“Anak-anak merupakan cikal bakal investor, konsumen, dan pelaku keuangan di masa
depannya. Mengingat dampak sosial dan ekonomi yang signifikan akan terjadi di masa
depan, mungkin akan sangat bermanfaat untuk membekali mereka ilmu
pengetahuan dan praktek bagaimana cara memiliki keterampilan mengelola
keuangan dengan tepat."
Di era yang serba instan ini, penulis banyak sekali menemukan anak-anak yang berstatus siswa sedang mengalami masa yang dimana semua serba mudah dan enak diujangkau. Penulis banyak menemukan perbedaan antara anak zaman dulu disaat penulis masih TK, Sekolah Dasar, SLTP, SMA itu sangat berbeda dengan masa sekarang ini. Mulai dari fasilitas sekolah yang serba wah pada sekarang ini, tidak seperti zaman dulu yang serba sederhana. Kemudian yang menariknya adalah ada pada karakteristik siswanya. Contohnya, dalam mengelola keuangan, siswa zaman dulu memiliki kecenderungan menabung di sekolah atau di celengan yang diberikan orang tuanya, sampai-sampai bersaing untuk menambah pundi-pundi saldo di tabungan sekolah dulu. Namun zaman sekarang, tidak ada lagi tabungan di sekolah, siswa zaman sekarang lebih memiliki kecenderungan untuk menghabiskan uang jajannya daripada menyisakan untuk ditabung.
Dari hal tersebut, bisa dilihat bahwa faktor mentalitas atas kemandirian diri seorang siswa itu belum dimiliki. Kemudian juga kesadaran dari siswanya itu belum ada, kemudian faktor eksternalnya adalah belum ada yang dapat mengakomodir dan memantau perkemmbangannya. Sebagai seorang pendidik, siapapun anda, dimanapun anda, dan apapun profesi anda, penulis percaya bahwa anda pasti juga akan menjadi seorang pendidik, paling tidak mendidik adik-adik anda atau anak-anak anda, cepat atau lambat anda pasti akan punya kontribusi dalam menumbuh kembangkan pribadi kemandirian pada adik atau anak anda. Dalam kesempatan ini, penulis ingin berbagi bahwa ada cara dalam menumbuh kembangkan pribadi dan karakter seorang anak, salah satunya dengan cara mengajarkan berwirausaha.
Kewirausahaan itu mudah asal penerapannya sesuai dengan ilmu terapan dan sesuai dengan passion. Berwirausaha itu bisa dimulai dengan menciptakan sebuah hal yang kecil namun tepat guna serta bermanfaat untuk orang banyak. Kemudian modal yang diperlukan juga tidak perlu besar, karena dengan modal seadanya saja bisa menciptakan sebuah barang yang layak pakai. Dari sini kita dapat melatih kemandirian seorang siswa ataupun anak dalam menggunakan naluri kehidupannya agar dapat memiliki mentalitas kemandirian. Dalam penulisan ini, penulis melakukan studi di SMP Islam At Taubah, Pulomas, Jakarta Timur.
SMP Islam At Taubah ini baru berdiri pada pertengahan April 2012, sekolah yang beralamat di Jalan Puloma II, Kayu Putih, Jakarta Timur ini baru memiliki 1 kelas yang terdiri dari 14 orang siswa. Sekolah ini memiliki program kewirausahaan yang terintegrasi pada bidang studi IPA dan IPS. Dimana kegiatan untuk IPA terbatas pada produksi barangnya, sedangkan untuk IPS inilah yang menjadi pintu awal dalam menumbuh kembangkan kemandirian siswa, karena untuk program IPS, mereka akan mencara pasar mereka dengan menjual barang dan mengelola keuangan dari hasil penjualan prooduk mereka yang telah mereka produksi di mata pelajaran IPA. Produk yang mereka jual ciptakan dan jual adalah sabun cuci tangan yang mereka beri nama Resik' Men. artinya Bersih Lho.. Penulis akan memberikan foto kegiatan tersebut, karena gambar mungkin bisa lebih banyak berbicara daripada penulis. Berikut Gambarnya :
PROSES PRODUKSI
SEBELUM PEWARNAAN
SESUDAH PEWARNAAN DAN SIAP DIPASARKAN
SISWA SEDANG MEMASARKAN RESIK' MEN
SISWA SD ISLAM AT TAUBAH JUGA MEMBELI RESIK' MEN YANG DIJUAL KAKAK SMPNYA
MENGHITUNG HASIL PENJUALAN RESIK' MEN
Menurut Norman M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer, kewirausahaan adalah merupakan proses menciptakan sesuatu yang berbeda
dengan mengabdikan seluruh waktu dan tenaganya disertai dengan
menanggung resiko keuangan, kejiwaan, sosial, dan menerima balas
jasa dalam bentuk uang dan kepuasan pribadinya. Kemudian menurut Thomas W. Zimmerer sendiri, kewirausahaan adalah
suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan
persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan. Dari definisi para ahli tersebut, bisa ditarik benang merah bahwa kewirausahaan adalah sebuah proses mengkreasikan dengan menambahkan nilai sesuatu yang
dicapai melalui usaha keras dan waktu yang tepat dengan memperkirakan
dana pendukung, fisik, resiko sosial, dan akan menerima reward berupa
keuangan dan kepuasan serta kemandirian personal.
Penulis juga melihat bahwa guru yang mengajarkan sistem kewirausahaan ini mengajarkan dan membimbing siswa-siswinya dalam kegiatan ioni dengan tahapan-tahapan yang sangat mudah dipahami, sehingga peserta didik dapat menerapkan ilmunya satu persatu dengan baik. Hal ini sejalan dengan hal yang diungkapkan C. Ray Johnson, seorang mantan CEO terkemuka dunia dan sekaligus mantan Direktur Utama Fortune 500 yang menanamkan sebuah cara belajar yang baik. Caranya adalah “lihat satu, pelajari satu, dan lakukan satu”. Belajar yang bertahap dan berwujud. Artinya adalah pendidikan masih butuh diperhatikan desainnya yang dapat membentuk karakter kewirausahaan yang tepat. Dengan melihat, mempelajari, dan melakukan tindakan nyata untuk maju, semua hal ini dapat berlangsung baik serta efektif dalam jiwa yang mampu menggerakkan diri mereka sendiri dari dalam. Manusia yang berpandangan bahwa kendali diri mereka adalah di dalam diri mereka sendiri, lingkungan mengikuti mereka karena berada di dalam pengaruh dan kontrol orang tua atau fasilitator yang mengkondisikan mereka.
Keterkaitan dengan proses pendidikan kewirausahaan dengan karakter kemandirian sangat erat. Bahwasanya pendidikan mengajarkan kepada semua peserta didiknya untuk menjadi manusia yang mandiri dan dapat mengatur diri mereka sendiri. Seperti yang diungkapkan seorang sosiolog Soekanto yang berpendapat bahwa perkembangan pendidikan yang harus dicapai adalah keunikan dan kemandirian. Kemudian sistem pendidikan itu juga harus dilakukan secara berkelanjutan dan lintas generasi. Seorang pakar pendidikan Winkel menyatakan bahwa ada proses turun-temurun dalam proses pendidikan. Semula peserta didik akan dituntun lalu juga akan menuntut peserta didik selanjutnya, yang nantinya akan menciptakan sebuah tatanan sistem yang akan membentuk karakter kemandirian dari peserta didik.
Dari beberapa hal tersebut, penulis menyimpulkan bahwa anak yang mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri, dan pengaruhnya terhadap segala hal di sekitarnya, si anak itu akan membutuhkan penguatan yang dapat menambahkan kemandirian dan keyakinan pada kemampuannya sendiri. Seorang anak perlu mengikuti pendidikan yang tinggi, mengikuti kursus, dan pelatihan pengembangan diri. Setelah itu, anak perlu mendapatkan seminar-seminar mengenai wirausaha dan dunia bisnis. Pelatihan kreativitas juga harus diberikan yang fungsinya mendampingi anak dalam menempuh pendidikan. Karena di zaman sekarang ini sudah banyak kursus dan pelatihan yang bisa diselenggarakan sendiri di sekolah tanpa harus membayar mahal sebuah tiket seminar ataupun pelatihan, tinggal bagaimana kita mengarahkan potensi besar anak dalam pembentukan karakter kemandiriannya.
Penulis juga melihat bahwa guru yang mengajarkan sistem kewirausahaan ini mengajarkan dan membimbing siswa-siswinya dalam kegiatan ioni dengan tahapan-tahapan yang sangat mudah dipahami, sehingga peserta didik dapat menerapkan ilmunya satu persatu dengan baik. Hal ini sejalan dengan hal yang diungkapkan C. Ray Johnson, seorang mantan CEO terkemuka dunia dan sekaligus mantan Direktur Utama Fortune 500 yang menanamkan sebuah cara belajar yang baik. Caranya adalah “lihat satu, pelajari satu, dan lakukan satu”. Belajar yang bertahap dan berwujud. Artinya adalah pendidikan masih butuh diperhatikan desainnya yang dapat membentuk karakter kewirausahaan yang tepat. Dengan melihat, mempelajari, dan melakukan tindakan nyata untuk maju, semua hal ini dapat berlangsung baik serta efektif dalam jiwa yang mampu menggerakkan diri mereka sendiri dari dalam. Manusia yang berpandangan bahwa kendali diri mereka adalah di dalam diri mereka sendiri, lingkungan mengikuti mereka karena berada di dalam pengaruh dan kontrol orang tua atau fasilitator yang mengkondisikan mereka.
Keterkaitan dengan proses pendidikan kewirausahaan dengan karakter kemandirian sangat erat. Bahwasanya pendidikan mengajarkan kepada semua peserta didiknya untuk menjadi manusia yang mandiri dan dapat mengatur diri mereka sendiri. Seperti yang diungkapkan seorang sosiolog Soekanto yang berpendapat bahwa perkembangan pendidikan yang harus dicapai adalah keunikan dan kemandirian. Kemudian sistem pendidikan itu juga harus dilakukan secara berkelanjutan dan lintas generasi. Seorang pakar pendidikan Winkel menyatakan bahwa ada proses turun-temurun dalam proses pendidikan. Semula peserta didik akan dituntun lalu juga akan menuntut peserta didik selanjutnya, yang nantinya akan menciptakan sebuah tatanan sistem yang akan membentuk karakter kemandirian dari peserta didik.
Dari beberapa hal tersebut, penulis menyimpulkan bahwa anak yang mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri, dan pengaruhnya terhadap segala hal di sekitarnya, si anak itu akan membutuhkan penguatan yang dapat menambahkan kemandirian dan keyakinan pada kemampuannya sendiri. Seorang anak perlu mengikuti pendidikan yang tinggi, mengikuti kursus, dan pelatihan pengembangan diri. Setelah itu, anak perlu mendapatkan seminar-seminar mengenai wirausaha dan dunia bisnis. Pelatihan kreativitas juga harus diberikan yang fungsinya mendampingi anak dalam menempuh pendidikan. Karena di zaman sekarang ini sudah banyak kursus dan pelatihan yang bisa diselenggarakan sendiri di sekolah tanpa harus membayar mahal sebuah tiket seminar ataupun pelatihan, tinggal bagaimana kita mengarahkan potensi besar anak dalam pembentukan karakter kemandiriannya.
0 komentar:
Posting Komentar