Garuda Pancasila
Akulah Pendukungmu
Patriot Proklamasi
Sedia berkorban untukmu
Pancasila Dasar Negara
Rakyat adil makmur sentosa
Pribadi Bangsaku
Ayo maju maju!
Ayo maju maju!
Ayo maju maju!
Di pagi menjelang akhir pekan ini, dengan ditemani segelas susu hangat dan semangkuk kentang goreng, penulis ingin berbgai lagi soal pancasila. Dewasa ini, kita seperti melupakan suatu hal yang penting, yaitu identitas kita. Ya, benar, identitas kita. Mengapa kita sampai melupakan hal sekecil itu?
Mungkin karena sifatnya kecil, jadi bisa dikesampingkan dulu, padahal dengan mengetahui siapa diri kita, kita tidak akan berulah macam-macam. Apakah identitas sebenarnya itu? Dia adalah identitas kebangsaan kita.
Banyak yang bilang kalau dengan mengenal diri sendiri, maka kita mengenal Tuhan kita. Kalau kita refleksikan perkataan orang banyak yang telah penulis sebutkan tadi, kita juga harus benar-benar mengenal orang-orang disekitar kita, bagaimana karakternya, bagaimana kebiasaannya. Tentunya hal ini bisa dilakukan dengan bermalam, namun ini bukanlah hal yang mungkin terwujud, karena sekarang ini prifasi sangatlah ketat, terkecuali kita sudah sejak lama berkenalan dengan orang itu. kalau hanya teman di dunia maya dan tiba-tiba mengusulkan hal itu, mungkin bisa saja terwujud, atau bisa juga tidak akan pernah terwujud, disanalah uniknya hierarki masyarakat kita.
Dalam hierarki masyarakat inilah, opini dan gaya hidup tinbul, tergantung dikotomi dari masyarakat ini ada dimana, jika di desa, pastinya persaudaraan itu masih cukup kuat, namun hal itu akan berbeda jikad di kota, karena semua orang bersaing untuk mengumpulkan harta, lalu memperoleh tahta, atau bahkan mengambil hati seorang wanita pujaan. Disanalah kekayaan yang dimiliki bangsa ini. Mulai dari suku, ras, bahasa, dan agama, sampai kepada karakteristik manusia beserta hiruk pikuk perjuangan atas kehidupan diri tiap individu yang berkeluarga, berhimp[un dalam komuniutas, atau berorganisasi untuk berperan aktif dalam upaya membangun bangsa.
Apabila kita berbicara hierarki, sudah menjadi barang tentu ada golongan di dalam masyarakat itu sendiri. Ada banyak hal yang tidak kita dapatkan dibangku perkuliahan, namun kita dapatkan ketika duduk bersama masyarakat yang mempunyai hierarki yang kompleks. Di sini saya tidak akan menyebutkan hierarki itu secara gamblang, hanya akan menyebutkan ciri hierarkinya saja. Ciri hierarkinya yaitu ada yang ingin tahu beresnya saja, ada yang "opportunis", ada yang benar-benar ingin membangun, bahkan ada juga yang ikut-ikutan saja asal ada imbalannya. Itulah kenyataan yang ada dimasyarakat kita, sekalipun kita duduk bersama sering kali terjadi deathlock karena masing-masing mempunyai prinsip atas keinginannya. Inilah yang terjadi dengan masyarakat disekitar saya, di sekitar rumah tempat dimana saya tinggal. Mungkin juga ini terjadi di lingkungan pembaca.
Hal ini tentunya berbeda dengan apa yang telah diceritakan para leluhur terdahulu yang menceritakan hal itu sebagtai pengantar tidur sewaktu saya kecil dulu. Kita duduk berembuk untuk memutuskan yang terbaik dari yang baik, kata almarhumah nenek penulis. Kemudian dia bercerita lagi kalau orang dulu itu menghormati dan menghargai antara satu dengan lainnya, jika ada suatu hala yang jadi omongan itu sifatnya pantang untuk kita menilai orang itu seperti apa, ada baiknya kita menanyakan langsung dengan orang yang bersangkutan tentang hal yang ganjil itu, bukannya digosipkan dan ujung-ujungnya jadi fitnah, kata si almarhumah nenek dulu dan kemudian saya tertidur, tidak tahu lagi dia bercerita apa.
Berkaitan dengan cerita masa kecil saya itu, saya lihat nilai dari pancasila belum sepenuhnya diaplikasikan di dalam kehidupan kita sebagai bangsa Indonesia. Seyogyanya ini menjadi sebuah pegangan hidup yang dibarangi dengan religiusitas, sehingga kehidupan tiap orang akan seimbang dalam menjalaninya, tidak asal tuduh dan menggeneralisir pada apa yang terjadi, sekalipun baru kenal orangnya, atau sudah mengenal bertahun-tahun orangnya. Dengan mengamalkan pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka bisa dipastikan etos kita akan terbentuk dengan sendirinya. Etos inilah yang merupakan anugerah, karena anugerah tidak hanya bermakna historik, namun juga bermaksud futuristik. Bung Karno juga pernah bilang bahwa janganlah sekali-kali kita melupakan sejarah, atau lebih dikenal dengan semboyan JAS MERAH. Demikian tulisan akhir pekan ini, sedikit
yang baik yang kita ketahui itu, mari kita tetapkan yang sedikit itu dengan
sepenuh hati. Kiranya Tuhan meridhai upaya kita.Selamat Memperingati Hari Lahir Pancasila.
0 komentar:
Posting Komentar