Minggu, 23 November 2014

Kenaikan BBM Dalam Pandangan Ekonomi Islam : Upaya Mencapai Keadilan


Ilustrasi : tpidsulut.org


Kenaikan BBM kembali menjadi topik yang hangat diberbagai media cetak maupun elektronik setelah memasuki rezim baru pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Jusuf Kalla yang diumukan pada malam hari ditanggal 17 November 2014. Sebelumnya memang sudah ada
wacana bahwa BBM bersubsidi akan dinaikan sebelum 31 Desember 2014. Dengan berhembusnya isu tersebut sebenarnya pemerintah tidak serta merta membiarkan BBM dinaikan dengan mempertimbangkan efek positif maupun negatif akibat naiknya harga BBM. Oleh sebab itu pemerintah menerapkan program Kartu Indonesia Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat, serta Kartu Indonesia Pintar yang dikenal dengan sebutan Tiga Kartu Sakti sebagai kompensasi atas naiknya harga BBM bersubsidi yang ditujukan kepada kalangan masyarakat kelas bawah.


Pemerintah seharusnya melakukan sosialisasi kenaikan BBM yang langsung diikuti penyaluran dana dari Tiga Kartu Sakti tersebut. Tepat tanggal 18 November 2014 Pukul 00:00 ditiap wilayah waktu harga BBM Subsidi (Premium dan Solar) naik secara rata-rata 30,77% untuk Premium dan 36,364% untuk Solar, sehingga harga premium yang sebelumnya Rp6500,00 menjadi Rp8500,00 sedangkan Solar dari harga Rp5500,00 menjadi Rp7500,00. Reaksi muncul akibat kebijakan tersebut, khususnya dari kalangan Mahasiswa, yang merupakan suatu hal yang wajar karena selama ini Mahasiswa memposisikan diri sebagai pembela masyarakat khususnya masyarakat kelompok menengah ke bawah. Namun dikalangan Mahasiswa sendiri juga menuai pro dan kontra mengenai kenaikan BBM Bersubsidi dengan argumen dan data masing-masing.

Kalangan ekonom menyikapi kenaikan BBM Bersubsidi beragam secara umum ada yang mendukung dan tentunya ada yang menolak. Ekonom yang medukung memberikan argumentasi untuk menyelamatkan anggaran pemerintah akibat tingginya subsidi terhadap BBM Bersubsidi sehingga harus dikurangi serta dialihkan untuk pembangunan sektor yang produktif. Tetapi mereka menyayangkan pemerintah lamban dalam mengambil keputusan yang berdampak pada kondisi pasar semakin tidak menentu. Sehingga harga komoditas lain seperti bahan makanan dan sayur mayur sudah naik terlebih dahulu sebelum kenaikan harga BBM Bersubsidi. Kemudian ada juga ekonom yang menolak mempunyai argumentasi Indonesia adalah negara pengekspor minyak seharusnya meraih keuntungan dari kondisi kenaikan harga minyak dunia. Karena pertama kali dalam sejarah Indonesia menaikan harga BBM bersubsidi ketika harga minyak dunia sekitar 79,82 US$ per Barrel.

Bagi pemerintah tentunya kebijakan ini termasuk kebijakan yang tidak populis jika dikaitkan dengan idealisme partai pengusung pemerintahan yang pada rezim pemerintahan sebelumnya kontra dengan kenaikan BBM Bersubsidi. Namun pemerintah mempunyai argumentasi anggaran negara harus diselamatkan untuk dialihkan pada pembangunan sektor produktif dibidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan masyarakat. Terlepas dari pro dan kontra kenaikan harga BBM Bersubsidi yang terjadi ditengah merosotnya harga minyak dunia, opini ini hanya sedikit memberikan cara pandang ekonomi Islam terhadap persoalan kenaikan BBM.

Mekanisme Pasar  dalam Ekonomi Islam

Konsep Ekonomi Islam menegaskan bahwa pasar harus berdiri di atas prinsip persaingan bebas. Namun demikian bukan berarti kebebasan tersebut berlaku mutlak. Namun kebebasan ini dibungkus oleh frame aturan syariah. Pasar tidak mengharapkan adanya intervensi dari pihak manapun, tidak terkecuali negara dengan otoritas penentuan harga atau sektor privat dengan kegiatan monopolistik ataupun lainnya. Dengan demikian pemerintah tidak memiliki wewenang untuk melakukan intervensi terhadap harga pasar dalam kondisi normal. Ibnu Taimiyah  mengatakan jika masyarakat melakukan transaksi jual beli dalam kondisi normal tanpa ada bentuk distorsi atau penganiayaan apapun dan terjadi perubahan harga karena sedikitnya penawaran atau banyaknya permintaan, maka ini merupakan kehendak Allah.

Harus diyakini nilai konsep Islam tidak memberikan ruang intervensi dari pihak manapun untuk menentukan harga, kecuali dan hanya kecuali jika adanya kondisi darurat yang kemudian menuntut pihak-pihak tertentu untuk ambil bagian menentukan harga. Pengertian darurat di sini adalah pada dasarnya peranan pemerintah ditekan seminimal mungkin. Namun intervensi pemerintah sebagai pelaku pasar dapat dibenarkan  hanyalah jika pasar tidak dalam keadaan sempurna, dalam arti ada kondisi-kondisi yang menghalangi kompetisi yang wajar terjadi. Sejumlah contoh klasik dari kondisi yang menhalangi kompetisi yang wajar antara lain: informasi yang tidak simetris, biaya transaksi, kepastian institusional serta masalah dalam distribusi. Dengan kata lain intervensi pemerintah adalah untuk menjamin kewajaran dan keadilan.

Pemerintah dalam Islam disebut sebagai “Ulil Amri”, yang secara bahasa berarti yang memiliki atau yang memegang urusan dan tanggung jawab. Inilah sebetulnya yang menjadi salah satu sebab utama mengapa seorang pemimpin diangkat ataupun ditaati adalah karena terkait dengan fungsinya sebagai pengurus dan pelayan masyarakat. Untuk memenuhi semua keperluan masyarakat boleh diuruskan secara adil dan mencapai maslahat kolektif dan sebaliknya jika tidak ditaati akan menyebabkan berbagai benturan kepentingan ditengah masyarakat. Migas dan Sumber Daya Alam yang melimpah lainnya dalam pandangan Islam merupakan hak milik umum sebagaimana Rasulullah bersabda “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air dan api” (HR. Abu Dawud dan Ahmad), maka sesuai dengan fungsinya, pengelolaannya harus diserahkan kepada negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemaslahatan rakyat.

Tambang-tambang MIGAS tidak boleh dikuasai oleh individu, swasta, apalagi pihak asing. Karena itu kebijakan ekonomi kapitalistik, yakni liberalisasi migas baik di sektor hilir termasuk kebijakan harganya maupun di sektor hulu yang sangat menentukan jumlah produksi migas sangat bertentangan dengan tugas pencapaian maslahat kolektif yang diemban oleh pemerintah yang disebut dalam sebuah kaidah kebijakan pemimpin terhadap rakyat harus terkait dengan kemaslahatan. Penguasaan Sumber Daya Alam yang yang bersifat kebutuhan kolektif adalah salah satu instrumen kebijakan makro ekonomi bagi sebuah pemerintahan Islam untuk mengalihkan konsentrasi kekayaan, ketidakadilan ekonomi dan secara sosial menghapus distorsi ekonomi.
Ibnu Taimiyah membatasi keabsahan pemerintah dalam menetapkan kebijakan intervensi pada empat situasi dan kondisi
1.      Kebutuhan masyarakat atau hajat orang banyak akan sebuah komoditas (barang maupun jasa); para fuqaha sepakat bahwa sesuatu yang menjadi hajat orang banyak tidak dapat diperjualbelikan kecuali dengan harga yang sesuai.
2.      Terjadi kasus monopoli (penimbunan); para fuqaha sepakat untuk memberlakukan hak Hajar (ketetapan yang membatasi hak guna dan hak pakai atas kepemilikan barang) oleh pemerintah. Hal ini untuk mengantisipasi adanya tindakan negatif (berbahaya) yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan kegiatan monopolistik ataupun penimbunan barang.
3.      Terjadi keadaan pemboikotan, dimana distribusi barang hanya terkonsentrasi pada satu penjual atau pihak tertentu. Penetapan harga di sini untuk menghindari penjualan barang tersebut dengan harga yang ditetapkan sepihak dan semena-mena oleh pihak penjual tersebut.
4.      Terjadi koalisi dan kolusi antar para penjual; dimana sejumlah pedagang sepakat untuk melakukan transaksi di antara mereka sendiri, dengan harga penjualan yang tentunya dibawah harga pasar. Ketetapan intervensi disini untuk menghindari kemungkinan terjadi fluktuasi harga barang yang tidak wajar.

Kembali kepada persoalan kenaikan BBM, selama ini penetapan harga BBM selalu melalui kebijakan pemerintah atau ada intervensi pemerintah dan tidak dilakukan secara mekasnisme pasar, inilah yang pada akhirnya menimbulkan distorsi pasar. Seandainya jika harga BBM menggunakan mekanisme pasar seperti yang terjadi pada BBM Non Subsidi seperti Pertamax ataupun Pertamax Plus, maka gejolak masyarakat tidak terlalu besar dampak yang dirasakan. Hal tersebut berlaku juga untuk komoditas yang lainnya. Kalau nantinya pemerintah ingin melakukan intervensi pasar maka tidak melalui kebijakan penetapan harga, tetapi melalui penambahan jumlah permintaan ataupun penawaran dan ini yang lebih ditekankan dalam sistem ekonomi Islam.

Tiga Kartu Sakti dan Keadilan

Saat ini jelas sangat dirasakan (lima hari sebelum kenaikan harga BBM hingga hari ini ditetapkan naiknya BBM) harga-harga komoditas lain mengalami kenaikan walaupun komoditas itu tidak terkait secara langsung dengan BBM. Tentunya ini menyebabkan pendapatan masyarakat (golongan kecil, menengah, dan atas) akan mengalami penurunan dan tentunya yang paling merasakan dampaknya adalah golongan kecil dan menengah. Sehingga pemerintah mengantisipasinya dengan program Tiga Kartu Sakti yang juga menimbulkan pro dan kontra, dan terasa aneh memang ketika pro dan kontra itu terjadi di Pemerintah pusat sampai kepada Kepala Daerah yang menolak Tiga Kartu Sakti tersebut. Pemerintah Daerah  khawatir Tiga Kartu Sakti akan menimbulkan persoalan bagi daerah karena anggaran yang besar diperlukan untuk Tiga Kartu Sakti serta paradigma berpikir kepala daerah yang berbeda dengan pemerintah pusat.

Jika pemerintah konsisten dan transparan dengan apa yang menjadi tujuannya, yaitu menyelematkan anggaran negara dan mengalihkan untuk fungsi lainnya yang lebih produktif, tentu hal itu lebih dikedepankan sehingga tidak muncul anggapan kebijakan yang  ambivalen. Katakanlah kita berfikir positif terhadap kebijakan pemerintah tersebut tentu kita menyatakan kebijakan Tiga Kartu Sakti dan Kenaikan BBM Bersubsidi merupakan upaya pemerintah untuk berlaku adil dengan mebanguin sektor produktif, artinya sebagian beban masyarakat kecil yang menerima dampak kenaikan harga BBM Bersubsidi akan dapat direduksi. Sehingga secara ekstrim bisa dikatakan bahwa dengan kebijakan tersebut pemerintah ingin melakukan transfer kekayaan dari masyarakat kaya ke masyarakat miskin. Namun apakah ini yang disebut dengan hakikat adil yang tepat?

Dengan logika sederhana dapat kita katakan ketidakadilan tersebut terjadi karena ada kebijakan yang dilakukan pemerintah maka konsekuensi logis, maka pemerintah harus menanggung akibat dari kebijakan yang dilakukan. Sedikit konsep adil dalam perspektif ekonomi Islam; benar memang adil berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya atau  menerima hak tanpa lebih dan memberi hak orang lain tanpa kurang. Di dalam Islam keadilan adalah penting dan sangat diutamakan, seperti firman Allah SWT dalam QS : An-Nahl : 90 yang artinya "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran" Sehingga adil dalam perspektif Islam tidak ada yang mendzalimi dan tidak ada yang terdzalami. Pada akhirnya kita berharap agar masalah yang sedang dihadapi bangsa ini dapat terselesaikan dan sudah seharusnya baik pemerintah maupun masyarakat untuk bersangka baik diantara sesamanya.

0 komentar:

Posting Komentar