Minggu, 29 September 2013

Indonesia Menuju APEC SUMMIT 2013 : Ketika Kepentingan Berbenturan

APEC merupakan forum ekonomi utama di Asia-Pasifik. Tujuan utama dibentuknya APEC adalah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kemakmuran di kawasan Asia-PasifikNegara-negara di Asia-Pasifik bersatu dalam upaya mereka untuk membangun komunitas Asia-Pasifik yang
dinamis dan harmonis dengan memperjuangkan perdagangan bebas dan terbuka dan investasi, mempromosikan dan mempercepat integrasi ekonomi regional, mendorong kerjasama ekonomi dan teknis, meningkatkan keamanan manusia, dan memfasilitasi lingkungan bisnis yang menguntungkan dan berkelanjutan . Inisiatif terbentuknya APEC yaitu mengubah tujuan kebijakan menjadi hasil yang nyata dan perjanjian menjadi manfaat nyata.

APEC di Masa Awal Hingga Masa Kini

Dalam perkembangannya, pembahasan terdahulu APEC berkaitan dengan dengan diskusi perekonomian antara Utara dan Selatan. Dimana dari merkantilisme beralih menjadi sistem liberalisme. Kemudian diadakanlah sebuah usaha perbaikan yang mengurangi kesenjangan. Mengapa saya sebut negara bagian selatan bangun dari tidur panjangnya? GDP Indonesia telah mencapai angka 1,1 Triliun. China juga telah melampaui Jepang dalam perolehan GDP. Berkaitan dengan cara mempertemukan perekonomian Utara dan Selatan, blok Utara mempunyai Multinational Corporation atau Trans National Corporation, aset mereka lebih besar dari GDP negara yang hadir di G20. Dimana sekarang ada e-commerce yang ada didalamnya ada berbagai market dengan menggunakan teknologi, dan mereka hanya mencari marjin dalam 24 jam. market dan SDMnya, ada di semua negara,sekalipun mereka tidur, perekonomian mereka berjalan. Di belakang APEC ada sebuah kelompok yaitu APEC Bussiness Advisory Council (ABAC) yang membahas bagaimana komoditas barang itu datang secara just in time dengan peti kemas.

Globalisasi yang ada di belakang APEC, menimbulkan disvokasi di seluruh dunia, seperti tenaga kerja, manajemen, pabrik, dsb. Hal ini timbul karena suatu negara menguasai tiga hal tersebut. Inilah yang disebut kesenjanngan, karena semuanya berkembang cukup pesat, mulai dari SDMnya maupun perangkat teknologi yang digunakan, baik keras, maupun lunak. Kalau sudah begini, mungkin diri kita semua akan menjadi artificial inteligence, karena semua keputusan sudah diambil di ABAC dengan teknologi yang dimiliki. Tekonologi yang telah membawa semuanya, mulai dari zaman merkantilisme hingga liberalisme, dan sampai pada masa sekarang ini. Dalam persaingan pasar yang sempurna, keunggulan teknologi dikembangkan dengan riset dan pengembangan yang berkelanjutan. Teknologi yang dikembangkan saat ini adalah mikro, bio, dan nano. Dari sini kita dapat mengetahui bahwa kesenjangan terjadi tidak hanya pada pemenuhan, harta, tahta, atau wanita, melainkan juga ada sebuah gap pada teknologi yang ada. Dari hal tersebut, APEC mengupayakan konfrontasi kerjasama di bidang ekonomi, hal ini diupayakan untuk mendorong perekonomian di negara-negara miskin, namun juga tidak melulu membahas konfrontasi. Dengan meninggalkan ideologi dan nation state, maka hal ini bisa diwujudkan karena jika kita bicara ideologi dan politik, maka tidak akan ada kerjasama yang terjadi, dan mungkin yang ada hanyalah clash.

Indonesia di Persimpangan Jalan

Jika kita lihat perjalanan Indonesia, sebenarnya tidaklah buruk. Namun Indonesia perlu mengevaluasi Kebijakan Stimulus Moneter yang digunakan. Karena kebijakan stimulus tersebut masih bersifat "penghilang rasa sakit", yang belum menyembuhkan secara total namun akan menimbulkan sakit yang mungkin akan lebih parah dikemudian hari. Hal ini terjadi karena kolektifitas sebuah sistem yang dinamakan inflasi. Prof. Thorsten Folleit yang merupakann seorang profesor di Frankfurt School of Finance and Management di Jerman, dan merupakan seorang Chief German Economist for Barclay Capital selama kurun waktu kurang lebih 12 tahun berpendapat bahwa demokrasi yang dianut banyak negara di seluruh dunia ini membawa dampak klorupsi kolektif yang besar, yaitu inflasi. Keinginan masyarakat yang terbanyak belum tentu merupakan hal yang terbaik bagi keberlangsungan kepentingan selluruh elemen di dalam negeri secara jangka panjang.

Dalam perjalanan sebuah negara yang menganut demokrasi, pemerintahan sebuah negara cenderung menekankan popularitas gar menciptakan elektabilitas yang stabil di masa mendatang, tidak heran jika peredaran uang ditingkatkan dan akhirnya mendorong konsumsi yang tinggi, kemudian terjadilah defisit anggaran karena imbas dari impor yang tinggi tidak sebanding dengan ekspor yang stagnat. Dengan tingginya utang yang terus bertambah, maka akan mendorong pencetakan uang yang lebih banyak. Maka dengan sendirinya uang yang ada di masyarakat akan mengallami penurunan daya belinya secara menyeluruh. Maka dari itu Inflasi bisa kita sebut korupsi kolektif, yang mengambil kekayaan rakyat dengan langsung bahkan tidak bisa dihentikan, namun tidak terasa secara langsung dan yang kehilangan tidak segera merasa kehilangan.  

Dengan hadirnya kondisi tersebut, otomatis rakyat yang menjadi korbannya. Pasalnya, pengeluaran akan lebih besar daripada penghasilan. Seiring berjalannya waktu, nilai tukar terhadap sebuah mata uang akan tergerus jika ekspornya lemah, dan negara yang melakukan ekspor akan mengalami efek multiplier dari inflasi sebuah negara. Efeknya adalah meningkatnya harga barang impor yang masuk ke negara importir. Disinilah peperangan nilai mata uang terjadi dan kenapa Rupiah yang lebih berwarna dan ada dua tokoh bangsa Indonesia selalu kalah besar nilainya dibanding dengan dollar yang monokrom dan hanya ada si gimbal dan sebuah piramid disisi belakangnya. Sekarang masalahnya sudah jelas, apakah akan tetap mementingkan reputasi Internasional dengan cara meminjam uang lagi ke Bank Dunia dan membuat tingkat konsumsi tinggi seolah-olah rakyatnya makmur dan sejahtera padahal masih ada yang buat beli tabung gas 3 kg saja masih hutang di warung atau mendorong ekspor dengan membuka dan membebaskan lahan-lahan baru untuk meningkatkan produktifitas Usaha Kecil Menengah tapi akan jadi target utama dari perang nilai mata uang dunia namun nantinya akan mendapat return yang lumayan dikuartal awalnya dalam mengekspansi kotak pandora yang bernama ekspor karena produk Indonesia bisa bersaing dan punya daya tarik tersendiri, dan jika hal tiu terwujud maka sesuailah dengan prinsip high risk high return.

Kesimpulan dan Penutup

Dengan tersingkapnya dampak yang signifikan dari inflasi yang tinggi dan menjadi hal yang koruptif dan bersifat kolektif pada tiap individu, penulis menawarkan solusi yang bisa menyelamatkan asset diri kita semua. Dengan mengalihkan asset kita miliki menjadi asset yang sifatnya dapat meningkatkan kemakmuran kita melalui usaha, perdagangan, peternakan, pertanian, dan lainnya. Kemudian juga dengan aset yang sifatnya dapat mempertahankan kemakmuran pemiliknya, seperti investasi emas, properti, tanah, serta aset-aset riill yang tetap menjaga nilainya dan tidak terpengaruh kondisi pasar. hal yang besar memerlukan usaha yang besar dan keinginan kuat jika hal tersebut benar-benar ingin diwujudkan. Ini bukanlah pekerjaan yang mudah dan semudah membalikan telapak tangan. Hal ini adalah tanggung jawab kita sebagai sebuah bangsa yang berdaulat, dan memperjuangkan keadilan dan kemakmuran. Harapan itu akan selalu ada dan terwujud jika kita semua sebagai elemen bangsa bekerja sama dengan baik dan memperjuangkan suara-suara kebisuan kita untuk sebuah kesejahteraan dan kemanusiaan.

0 komentar:

Posting Komentar