Selasa, 14 Oktober 2014

Peran RUU Jaminan Produk Halal Terhadap Produk Halal





Secara bahasa halal berasal dari bahasa Arab : حلالḥalāl; artinya diperbolehkan  (Bisri et. al., 2011). Dalam Kamus Besar Indonesia, halal memiliki arti diizinkan (KBBI, 2004).  Secara terminologi halal adalah
segala obyek atau kegiatan yang diizinkan untuk digunakan atau dilaksanakan, dalam agama Islam. Istilah ini dalam kosakata sehari-hari lebih sering digunakan untuk merujuk kepada makanan dan minuman yang diizinkan untuk dikonsumsi dalam agama Islam. Kata halal dalam konteks keseharian biasanya digunakan untuk menyebut makanan dan minuman yang boleh dikonsumsi menurut syariat Islam.
            Pada masa sekarang ini, kesadaran umat Islam di dunia, wakil khusus umat Islam di Indonesia dalam preferensinya untuk mengkonsumsi produk-produk berlabel halal terbilang sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan riset yang dilakukan Yuswohadi, seorang pakar marketing ternama yang mana hasil risetnya menunjukan label bahwa halal mulai digandrungi oleh konsumen kelas menengah muslim di Indonesia. Dia terkejut dengan hasil survei ini, karena survei yang dilakukan pada lima kota besar Indonesia menunjukkan bahwa 94% wanita kelas menengah muslim mengecek label halal sebelum mereka membeli kosmetik. (Yuswohady, 2014)
            Berdasarkan hal tersebut kita bisa mengatakan bahwa halal tidak hanya menjadi sebatas memenuhi persyaratan sebuah produk yang menyasar kepada masyarakat tertentu, namun juga halal menjadi sebuah kepercayaan terhadap sebuah produk yang dipasarkan sekaligus menjadi simbol kualitas dari produk yang berlabel halal. Dalam beberapa tahun terakhir konsumen muslim berubah begitu cepat, sehingga menggoyahkan tatanan pasar di beberapa kategori produk yang sudah mapan sekian lama. Sulit dipungkiri pasar Muslim umumnya dan kelas menengah Muslim khususnya, memang amat penting di Indonesia. Bertumbuhnya nilai spiritual di kelas menengah Muslim ibarat wabah. (Yuswohady, 2014)
Pasar halal pada masa sekarang ini tidak hanya terbatas pada segmen makanan dan minuman saja, namun juga mencakup kategori industri yang cukup luas. Disamping kosmetik, kategori yang lain adalah makanan dan minuman kemasan, makanan yang disajikan di hotel dan restoran, obat-obatan (halal medicine), jamu, hingga pertanian (halal farming). Dengan cakupan yang luas tersebut, bisa dikatakan potensi pasar halal demikian menjanjikan. Pasar makanan halal dunia sangat besar dan tumbuh amat cepat. Menurut Thompson Reuter, potensi pasar makanan halal tahun ini mencapai USD 1 triliun dan di tahun 2030 dipredisikan membengkak menjadi USD 10 triliun. (Thompson Reuter, 2013)
Di negara barat seperti Eropa juga sudah memperhatikan isu kehalalan pada produk-produknya. Hal ini ditunjukan dengan adanya kelas khusus maupun pelatihan yang diselenggarakan untuk mengetahui dan mempelajari standar halal. Salah satunya Universitas Cordoba di Spanyol yang membuka Pelatihan Halal selama 1 bulan dengan total 40 jam. Mereka mempelajari teori, metodologi, dan mempraktekan langsung standarisasi halal sebagai evaluasi dari program Pelatihan Halal tersebut.
Di Indonesia, menurut World Halal Forum, potensi pasar makanan halal dapat mencapai angka sekitar USD 78,469 miliar (2009), merupakan pasar yang terbesar di dunia. Pasar makanan halal di Indonesia menjadi kian mencorong ketika kita menyaksikan kecenderungan konsumen muslim Indonesia yang semakin sadar dengan religiusitas dan peduli untuk mengkonsumsi makanan-makanan serta produk lainnya yang halal.
Berkaitan dengan hal tersebut, undang-undang Jaminan Produk Halal juga telah diresmikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 25 September 2014 silam. RUU JPH merupakan salah satu bentuk perlindungan konsumen terkait atas prinsip perlindungan kesehatan/harta konsumen untuk kepentingan konsumen dalam mengkonsumsi produk halal. Adapun pengertian produk dalam RUU JPH ini tidak hanya sebatas pada makanan, minuman dan obat saja, melainkan juga termasuk di dalamnya kosmetik, produk kimia, produk biologi dan produk rekayasa genetik. Sedangkan yang disebut produk halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.
Bila melihat sekelumit substansi dari RUU JPH, maka akan kita temui sebuah badan baru yang bernama Badan Nasional Penjamin Produk Halal (BNP2H). Badan ini nantinya akan menyelenggarakan JPH, termasuk melakukan sertifikasi halal dan MUI yang akan memberikan fatwa halalnya. Selama belum dibentuk BNP2H (BNP2H wajib dibentuk selambatnya satu tahun setelah diundangkannya UU JPH), maka beberapa hal ini akan berimplikasi sebagai berikut (RUUJPH, 2014) :
a.       sertifikat halal yang dikeluarkan atau diakui oleh MUI sebelum UU JPH berlaku dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu Sertifikat Halal tersebut berakhir;
b.      sebelum terbentuknya BNP2H atau perwakilan BNP2H, permohonan pengajuan atau perpanjangan Sertifikat Halal dilakukan sesuai dengan prosedur Sertifikasi Halal yang berlaku sebelum UU JPH diundangkan;
c.       registrasi halal mulai diberlakukan 6 (enam) bulan setelah BNP2H dibentuk.
Berdasarkan hal tersebut, maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sebelumnya mempunyai otoritas secara langsung dalam memberikan keputusan halal atau tidaknya suatu produk dalam proses sertifikasinya, sekarang berperan sebagai peninjau karena ada dalam koordinasi BNP2H atau perwakilan BNP2H yang juga mencakup organisasi masyarakat (ORMAS), Menurut penulis, seharusnya RUU JPH ini tidak hanya terbatas pada masalah pembagian peran strategis dan sinkronisasi antara Pemerintah, MUI, dan ORMAS. Namun juga dengan adanya RUU JPH ini pemerintah bisa langsung membentuk inspektorat yang nantinya berfungsi untuk mengontrol standar kehalalan dan keamanan produk yang sudah tersertifikasi halal secara berlanjut.
Di era yang serba canggih sekarang ini, pengawasan secara langsung sangat dibutuhkan mengingat pasar bebas yang sudah tercipta tidak menutup kemungkinan memberikan peluang bagi para pelaku yang menduplikasi suatu produk demi keuntungan pribadi. Produk-produk yang diduplikasi alias tiruan inilah yang mengkhawatirkan akan beredar dimasyarakat. Apalagi sekarang ini banyak sekali usaha toko online yang menjual berbagai macam kosmetik serta produk-produk kecantikan. Dengan hadirnya inspektorat dibawah koordinasi BNP2H, maka akan semakin menjaga peredaran produk yang beredar dipasaran saat ini dan diharapkan mampu memutus rantai peredaran barang-barang tiruan yang dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk meraup keuntungan dari sebuah merk dagang terkemuka. Inspektorat yang nantinya terbentuk juga bisa bersinkronisasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPPOM) atau pemangku kebijakan lainnya dalam praktiknya dilapangan. Misalnya dengan mengidentifikasi keaslian produk dari barkode maupun nomor registrasi yang diberikan oleh BNP2H maupun melalui aplikasi ProHalalMUI untuk mengidentifikasi halal tidaknya suatu produk.
Dengan hadirnya inspektorat yang penulis gagaskan diatas, maka pemerintah juga telah membuka lapangan pekerjaan baru yang mana untuk sumber daya manusia inspektorat tersebut bisa diambil secara langsung melalui proses seleksi secara bebas dan melalui beberapa tahapan selayaknya Tes CPNS maupun secara tertutup yang dilakukan dengan penyeleksian sumber daya manusia dari ORMAS, mengingat ORMAS yang ada saat ini sudah cukup banyak dan memiliki ranting juga di tiap kabupaten maupun kota madya.
Oleh karena itu kita juga turut berpartisipasi dengan mengawasi proses penerapan dari RUU JPH ini nantinya. Disamping itu dalam sistem perdagangan internasional masalah sertifikasi dan pendanaan kehalalan produk mendapat perhatian baik dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen, wakil khusus kepada umat Islam dan konsumen produk halal yang telah mendapatkan kepastian hukum sekaligus menghadapi tantangan globalisasi, serta berlakunya sistem pasar bebas regional maupun internasional pada tahun 2015 nanti yang akan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Semoga dengan adanya RUU JPH dan penyempurnaannya secara bertahap dapat memacu para pengusaha agar dapat menciptakan produk yang kompetitif dengan produk yang masuk melalui MEA.
Referensi :
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2004, Jakarta : Balai Pustaka
Bisri, KH. Adib dan KH. Munawwar A. Fatah, 2011, Kamus Arab - Indonesia dan Indonesia – Arab
Al Bisri Tashih KH. Achmad Warson Munawwir dan KH. A. Mustofa Bisri, Surabaya :
Pustaka Progresif
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2004, Jakarta : Balai Pustaka
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesi Tentang Jaminan Produk Halal Tahun 2014
Reuters, Thomson, 2013, State of The Global Islamic Economic : 2013 Report, Dubai : The Capital of
Islamic Economic
World Halal Forum, World Halal Forum 2009, Post Event Report 4-5 May 2009, Malaysia :
International halal Integrity Alliance
Yuswohady, 2014, Marketing to the Middle Class Muslim, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

0 komentar:

Posting Komentar