Secara
bahasa halal berasal dari bahasa Arab : حلال ḥalāl;
artinya diperbolehkan (Bisri et. al.,
2011). Dalam Kamus Besar Indonesia, halal memiliki arti diizinkan (KBBI, 2004).
Secara terminologi halal adalah
segala
obyek atau kegiatan yang diizinkan untuk digunakan atau dilaksanakan, dalam
agama Islam. Istilah ini dalam kosakata sehari-hari lebih sering digunakan
untuk merujuk kepada makanan dan minuman yang diizinkan untuk dikonsumsi dalam
agama Islam. Kata halal dalam konteks keseharian biasanya digunakan untuk
menyebut makanan dan minuman yang boleh dikonsumsi menurut syariat Islam.
Pada masa sekarang ini, kesadaran
umat Islam di dunia, wakil khusus umat Islam di Indonesia dalam preferensinya
untuk mengkonsumsi produk-produk berlabel halal terbilang sangat tinggi. Hal
ini dibuktikan dengan riset yang dilakukan Yuswohadi, seorang pakar marketing
ternama yang mana hasil risetnya menunjukan label bahwa halal mulai digandrungi
oleh konsumen kelas menengah muslim di Indonesia. Dia terkejut dengan hasil
survei ini, karena survei yang dilakukan pada lima kota besar Indonesia
menunjukkan bahwa 94% wanita kelas menengah muslim mengecek label halal sebelum
mereka membeli kosmetik. (Yuswohady, 2014)
Berdasarkan hal tersebut kita bisa
mengatakan bahwa halal tidak hanya menjadi sebatas memenuhi persyaratan sebuah
produk yang menyasar kepada masyarakat tertentu, namun juga halal menjadi
sebuah kepercayaan terhadap sebuah produk yang dipasarkan sekaligus menjadi
simbol kualitas dari produk yang berlabel halal. Dalam beberapa tahun terakhir
konsumen muslim berubah begitu cepat, sehingga menggoyahkan tatanan pasar di
beberapa kategori produk yang sudah mapan sekian lama. Sulit dipungkiri pasar Muslim
umumnya dan kelas menengah Muslim khususnya, memang amat penting di Indonesia.
Bertumbuhnya nilai spiritual di kelas menengah Muslim ibarat wabah. (Yuswohady,
2014)
Pasar halal pada masa sekarang ini tidak hanya terbatas pada segmen
makanan dan minuman saja, namun juga mencakup kategori industri yang cukup
luas. Disamping kosmetik, kategori yang lain adalah makanan dan minuman
kemasan, makanan yang disajikan di hotel dan restoran, obat-obatan (halal
medicine), jamu, hingga pertanian (halal farming). Dengan cakupan
yang luas tersebut, bisa dikatakan potensi pasar halal demikian menjanjikan.
Pasar makanan halal dunia sangat besar dan tumbuh amat cepat. Menurut Thompson
Reuter, potensi pasar makanan halal tahun ini mencapai USD 1 triliun dan di
tahun 2030 dipredisikan membengkak menjadi USD 10 triliun. (Thompson Reuter,
2013)
Di negara barat seperti Eropa juga sudah memperhatikan isu
kehalalan pada produk-produknya. Hal ini ditunjukan dengan adanya kelas khusus
maupun pelatihan yang diselenggarakan untuk mengetahui dan mempelajari standar
halal. Salah satunya Universitas Cordoba di Spanyol yang membuka Pelatihan
Halal selama 1 bulan dengan total 40 jam. Mereka mempelajari teori, metodologi,
dan mempraktekan langsung standarisasi halal sebagai evaluasi dari program
Pelatihan Halal tersebut.
Di Indonesia, menurut World Halal Forum, potensi pasar makanan
halal dapat mencapai angka sekitar USD 78,469 miliar (2009), merupakan pasar
yang terbesar di dunia. Pasar makanan halal di Indonesia menjadi kian mencorong
ketika kita menyaksikan kecenderungan konsumen muslim Indonesia yang semakin sadar
dengan religiusitas dan peduli untuk mengkonsumsi makanan-makanan serta produk
lainnya yang halal.
Berkaitan dengan hal tersebut, undang-undang Jaminan Produk Halal
juga telah diresmikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 25 September
2014 silam. RUU JPH merupakan salah satu bentuk perlindungan konsumen terkait
atas prinsip perlindungan kesehatan/harta konsumen untuk kepentingan konsumen
dalam mengkonsumsi produk halal. Adapun pengertian produk dalam RUU JPH ini
tidak hanya sebatas pada makanan, minuman dan obat saja, melainkan juga
termasuk di dalamnya kosmetik, produk kimia, produk biologi dan produk rekayasa
genetik. Sedangkan yang disebut produk halal adalah produk yang telah
dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.
Bila melihat sekelumit substansi dari RUU JPH, maka akan kita temui
sebuah badan baru yang bernama Badan Nasional Penjamin Produk Halal (BNP2H).
Badan ini nantinya akan menyelenggarakan JPH, termasuk melakukan sertifikasi
halal dan MUI yang akan memberikan fatwa halalnya. Selama belum dibentuk BNP2H
(BNP2H wajib dibentuk selambatnya satu tahun setelah diundangkannya UU JPH),
maka beberapa hal ini akan berimplikasi sebagai berikut (RUUJPH, 2014) :
a.
sertifikat
halal yang dikeluarkan atau diakui oleh MUI sebelum UU JPH berlaku dinyatakan
tetap berlaku sampai jangka waktu Sertifikat Halal tersebut berakhir;
b.
sebelum
terbentuknya BNP2H atau perwakilan BNP2H, permohonan pengajuan atau
perpanjangan Sertifikat Halal dilakukan sesuai dengan prosedur Sertifikasi
Halal yang berlaku sebelum UU JPH diundangkan;
c.
registrasi
halal mulai diberlakukan 6 (enam) bulan setelah BNP2H dibentuk.
Berdasarkan hal tersebut, maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang
sebelumnya mempunyai otoritas secara langsung dalam memberikan keputusan halal
atau tidaknya suatu produk dalam proses sertifikasinya, sekarang berperan
sebagai peninjau karena ada dalam koordinasi BNP2H atau perwakilan BNP2H yang
juga mencakup organisasi masyarakat (ORMAS), Menurut penulis, seharusnya RUU
JPH ini tidak hanya terbatas pada masalah pembagian peran strategis dan
sinkronisasi antara Pemerintah, MUI, dan ORMAS. Namun juga dengan adanya RUU
JPH ini pemerintah bisa langsung membentuk inspektorat yang nantinya berfungsi
untuk mengontrol standar kehalalan dan keamanan produk yang sudah
tersertifikasi halal secara berlanjut.
Di era yang serba canggih sekarang ini, pengawasan secara langsung
sangat dibutuhkan mengingat pasar bebas yang sudah tercipta tidak menutup
kemungkinan memberikan peluang bagi para pelaku yang menduplikasi suatu produk
demi keuntungan pribadi. Produk-produk yang diduplikasi alias tiruan inilah yang
mengkhawatirkan akan beredar dimasyarakat. Apalagi sekarang ini banyak sekali
usaha toko online yang menjual berbagai macam kosmetik serta produk-produk
kecantikan. Dengan hadirnya inspektorat dibawah koordinasi BNP2H, maka akan
semakin menjaga peredaran produk yang beredar dipasaran saat ini dan diharapkan
mampu memutus rantai peredaran barang-barang tiruan yang dimanfaatkan
pihak-pihak tertentu untuk meraup keuntungan dari sebuah merk dagang terkemuka.
Inspektorat yang nantinya terbentuk juga bisa bersinkronisasi dengan Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPPOM) atau pemangku kebijakan lainnya dalam
praktiknya dilapangan. Misalnya dengan mengidentifikasi keaslian produk dari
barkode maupun nomor registrasi yang diberikan oleh BNP2H maupun melalui aplikasi ProHalalMUI untuk mengidentifikasi halal tidaknya suatu produk.
Dengan hadirnya inspektorat yang penulis gagaskan diatas, maka
pemerintah juga telah membuka lapangan pekerjaan baru yang mana untuk sumber
daya manusia inspektorat tersebut bisa diambil secara langsung melalui proses
seleksi secara bebas dan melalui beberapa tahapan selayaknya Tes CPNS maupun
secara tertutup yang dilakukan dengan penyeleksian sumber daya manusia dari
ORMAS, mengingat ORMAS yang ada saat ini sudah cukup banyak dan memiliki
ranting juga di tiap kabupaten maupun kota madya.
Oleh karena itu kita juga turut berpartisipasi dengan mengawasi
proses penerapan dari RUU JPH ini nantinya. Disamping itu dalam sistem
perdagangan internasional masalah sertifikasi dan pendanaan kehalalan produk
mendapat perhatian baik dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen,
wakil khusus kepada umat Islam dan konsumen produk halal yang telah mendapatkan
kepastian hukum sekaligus menghadapi tantangan globalisasi, serta berlakunya
sistem pasar bebas regional maupun internasional pada tahun 2015 nanti yang
akan memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Semoga dengan adanya RUU JPH dan
penyempurnaannya secara bertahap dapat memacu para pengusaha agar dapat
menciptakan produk yang kompetitif dengan produk yang masuk melalui MEA.
Referensi
:
Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2004, Jakarta : Balai Pustaka
Bisri,
KH. Adib dan KH. Munawwar A. Fatah, 2011, Kamus Arab - Indonesia dan
Indonesia – Arab
Al Bisri Tashih KH. Achmad Warson Munawwir dan KH. A. Mustofa
Bisri, Surabaya :
Pustaka Progresif
Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2004, Jakarta
: Balai Pustaka
Rancangan Undang-Undang Republik
Indonesi Tentang Jaminan Produk Halal Tahun 2014
Reuters,
Thomson, 2013, State of The Global Islamic Economic : 2013 Report, Dubai
: The Capital of
Islamic Economic
World
Halal Forum, World Halal Forum 2009, Post Event Report 4-5 May 2009,
Malaysia :
International halal Integrity Alliance
Yuswohady,
2014, Marketing to the Middle Class Muslim, Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
0 komentar:
Posting Komentar