Senin, 27 Oktober 2014

Tingkatkan Ekonomi Daerah Dengan ZISWAF

Sumber : plus.google.com

Menurut STRANAS PDT (2007), Daerah Tertinggal adalah daerah kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain di Indonesia.  Definisi ini membatasi secara administratif, daerah tertinggal hanyalah kabupaten. Padahal ada kota yang memiliki wilayah dan masyarakat tertinggal, tetapi tidak bisa disebut daerah tertinggal.


Dengan definisi tersebut bisa dilihat, wilayah tertinggal pada umumnya dicirikan dengan letak geografisnya yang relatif terpencil, miskin sumber daya alam, atau rawan bencana alam. Wilayah tertinggal merupakan suatu wilayah yang secara fisik, sosial, dan ekonomi kondisinya mencerminkan keterlambatan pertumbuhan dibanding dengan wilayah lain. Wilayah tertinggal berada di pedesaan yang mempunyai masalah khusus atau keterbatasan tertentu, seperti keterbatasan sumber daya alam, keterbatasan sarana dan prasarana, sumber daya manusia, dan keterbatasan aksesibilitas ke pusat-pusat pemukiman lainnya.

Ketertinggalan sebuah wilayah bisa dilihat berdasarkan dua aspek, yaitu masyarakat dan wilayah yang dirinci menjadi enam kriteria dasar (perekonomian, sumber daya manusia, infrastruktur, kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas, dan karakteristik daerah). Penetapan daerah tertinggal ditentukan dengan indeks komposit dari nilai indeks enam kriteria dasar tersebut. Jumlah penduduk miskin hanyalah salah satu sub-kriteria dari kriteria perekonomian. Adapun desa-desa yang terkena bencana termasuk dalam kriteria karakteristik daerah.

Di satu sisi, negara kita juga turut berpartisipasi dalam Millennium Development Goals (MDGs) yang merupakan paradigma pembangunan global. MDGs dideklarasikan pada Konferensi Tingkat Tinggi Milenium yang berlangsung di New York pada September 2000. Konferensi ini dihadiri 189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa.

Semua negara yang hadir dalam pertemuan tersebut berkomitmen untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani penyelesaian terkait dengan isu-isu fundamental mengenai pemenuhan hak asasi dan kebebasan manusia, perdamaian, keamanan, dan pembangunan.

Deklarasi ini merupakan kesepakatan anggota PBB mengenai sebuah paket arah pembangunan global yang dirumuskan dalam beberapa tujuan yaitu :
1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan;
2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua;
3. Mendorong Kesetaraan Gender, dan Pemberdayaan Perempuan;
4. Menurunkan Angka Kematian Anak;
5. Meningkatkan Kesehatan Ibu;
6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya;
7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, dan
8. Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan.

Namun tantangan yang dihadapi negara kita dalam mencapai tujuan tersebut sangat banyak. Pada umumnya, di daerah tertinggal tidak terdapat sektor ekonomi yang bisa membawa pertumbuhan secara besar, atau yang memiliki efek pengganda yang tinggi, yang dapat memacu pertumbuhan. Jadi pemerintah tidak cukup hanya dengan menyediakan barang dan jasa sebanyak-banyaknya, tapi juga harus yang dapat memberikan stimulan untuk meningkatkan perekonomian daerah tertinggal tersebut.
Salah satu cara yang mungkin dapat ditempuh oleh pemerintah dalam menyelesaikan masalah daerah tertinggal adalah dengan memanfaatkan ZISWAF (Zakat Infak Shodqoh dan Wakaf) sebagai solusinya. Dengan ZISWAF banyak sekali keuntungan dan manfaat yang bisa diperoleh daerah tertinggal.

Kita bisa membangun saran dan prasarana sebagai infrastruktur daerah tertinggal seperti sekolah, perpustakaan, jalan raya, rumah sakit, koperasi, bank, sawah, ladang, peternakan, internet, dan sebagainya. Pada tataran inilah, maka diperlukan instrumen atau kelembagaan lain yang dapat menjadi alternatif bagi masyarakat dalam mengantisipasi bencana.

Untuk melaksanakan program tersebut bisa melibatkan KEMENAG Bidang Zakat dan Wakaf, BAZNAS, serta Non Goverment Organization yang sudah banyak menghimpun ZISWAF untuk pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian, ZISWAF tidak hanya selesai pada masalah pendistribusian yang sifatnya konsumtif, namun bisa sampai pada tahapan untuk membentuk masyarakat yang mandiri secara ekonomi yang bersifat produktif.

Banyaknya pihak yang bersinergi ini diharapkan bisa saling mengisi, baik itu mengenai kebijakan publik untuk daerah tertinggal hingga sampai kepada tata kelola pemerintahan daerah tertinggal. Mengingat peran kepala daerah sangat strategis untuk menjadi regulator sekaligus fasilitator untuk mensinergikan semua pemangku kepentingan.

Dengan demikian ZISWAF barulah akan mampu mengentaskan kemiskinan bila dapat menjadi katalisator ekonomi skala besar dengan difungsikannya peran instrumen ini sebagai penggerak perekonomian penerima manfaat dari ZISWAF. Bila PERDA tiap daerah ditinjau kembali agar bisa sinkron dengan RUU Percepatan Daerah Tertinggal, maka diharapkan dapat bekerja dengan optimal untuk kegiatan kemanusiaan dan pembangunan daerah tertinggal. Disatu sisi juga kita bisa meringankan beban APBN dan APBD dengan mengoptimalkan ZISWAF sebagai instrumen pendukung pembangunan daerah tertinggal.

Ibarat kisah Suspended Coffees Kota Naples, Italia, ZISWAF bisa menjadi sebuah tren yang dapat mengentaskan kemiskinan di Bumi Pertiwi. Karena konsepnya sangat sederhana sekali dengan cara melibatkan setiap elemen masyarakat menengah atas untuk menunaikan ZISWAF dalam membangun negara.

Alangkah indahnya jika kesadaran masyarakat, wakil khusus masyarakat Muslim Indonesia untuk membangun negara secara aktif melalui ZISWAF ini. Sehingga tujuan nasional maupun internaional yang hendak dicapai melalui RUU Daerah Tertinggal dan MDGs dapat tercapai secara bertahap. Serta bagi masyarakat yang kurang beruntung yang ada di dalam daerah tertinggal dapat menemukan harapan baru dan dukungan untuk hidup lebih baik lagi.

Tulisan ini telah dimuat di selasar.com pada hari Kamis, 23 Oktober 2014.

0 komentar:

Posting Komentar