Senin, 04 Juli 2016

Bedug: Wajah Baru Pemasaran Musiman


Hari-hari terakhir pada bulan Ramadan ini netizen dihebohkan dengan kabar pelarangan kegiatan Takbir Keliling oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemerintah tersebut telah membuat aturan untuk melarang diadakannya takbir keliling ketika malam takbiran tahun 2016 ini. Aturan ini dipertegas dengan akan menertibkan setiap pelaksanaan takbir keliling yang dilakukan oleh masyarakat. Jadi nantinya aparat kepolisian akan memberhentikan mobil bak terbuka atau truk yang membawa rombongan takbir keliling di Jakarta. Lalu bagaimana peraturan tersebut dalam sudut pandang pribadi saya?

Bagi saya pribadi, hal tersebut merupakan suatu kemunduran peradaban yang dilakukan. Disamping itu, kegiatan Takbir Keliling yang dilakukan oleh para warga Jakarta secara langsung telah menginspirasi para pemilik modal.  Dimana para pemilik modal tersebut akan menggelar kegiatan ekonomi melalui penjualan barang-barang mereka dengan menyematkan atribut keagamaan. Salah satu atribut yang digunakan adalah Bedug. Mereka menaruh Bedug di depan toko retail mereka dan mendandani pramuniaga mereka dengan peci dan hijab terkini agar sesuai dengan nuansa musim yang sedang berlangsung. Kegiatan ini dilakukan dengan cara memberikan potongan harga maupun memberikan bonus terhadap pembelian produk tertentu dalam jumlah tertentu pula.

Kegiatan penjualan ini tidak hanya dilakukan secara nyata saja. Dimana penjual bertemu langsung dengan pembeli di toko. Namun kegiatan penjualan musiman ini juga diterapkan oleh banyak pelaku usaha berbasis e-commerce. Para pedagang di dunia maya juga tidak kalah dalam memberikan potongan harga dalam rangka untuk meningkatkan penjualan mereka dalam momentum musiman ini. Saya pribadi satu hari yang lalu ditawarkan kupon diskon oleh salah satu aplikasi perpesanan yang mempunyai banyak maskot boneka sebagai pencitraannya. Disana saya ditawarkan kupon potongan harga untuk sembilan e-commerce yang berbeda-beda. Ada yang berbasis produk fesyen, pulsa dan token listrik, sampai kepada suplemen makanan.

Wajah Baru Bedug Yang Dilematis

Dengan adanya cara promosi yang unik tersebut, bedug telah berevolusi menjadi simbol baru dalam dunia pemasaran. Dimana bedug yang sebelumnya digunakan untuk penanda masuknya waktu ibadah atau waktu untuk berkumpul karena ada suatu kepentingan bersama. Maka para pemiliki modal telah menjadikan beduk sebagai alat untuk mempromosikan suatu produk yang dijual dengan batas potongan harga tertentu. Disini pula terjadi pergeseran makna terhadap generasi yang lahir pada taun 2000-an. Para anak-anak yang lahir dalam kurun waktu tersebut, yang notabene rata-rata mereka hidup di kota besar hanya mengetahui bahwa bedug berada di toko-toko retail menjelang hari raya Idul Fitri saja. Padahal sejatinya fungsi bedug tidak sekomersial itu pada zaman dahulu.

Seiring dengan berevolusinya fungsi bedug, maka seharusnya tidak serta merta Pemerintah daerah melarang tradisi Takbiran Keliling. Jika memang Takbiran Keliling dilarang, maka pemerintah sudah membuat moral hazard terhadap para pelaku yang melestarikan kebudayaan turun-menurun yang telah mempopulerkan keberadaan bedug dalam hingar-bingar dinamika peradaban kebudayaan nusantara. Mereka sudah lelah mencitrakan bedug sebagai warisan nenek moyang nusantara dengan fungsinya yang unik. Sementara para pemilik modal hanya memanfaatkan bedug yang sudah tercipta popularitasnya di masyarakat kita hanya sebagai alat pendukung promosi barang dagangan mereka. Tentunya jika pelarangan itu terjadi nantinya saat malam takbiran merupakan sebuah hal yang dilematis.

Bukan Saatnya Melarang, Sekarang Eranya Berkolaborasi!

Oleh karena hal tersebut, pemerintah daerah yang melarang kegiatan Takbiran Keliling akan lebih arif dan bijak jika mereka memberlakukan kebijakan tertentu dengan mengadakan sebuah cara seperti Festival Tabuh Bedug yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Dimana pada acara tersebut akan digelar Lomba Tabuh Bedug. Nantinya peserta yang ada boleh dari komunitas tertentu atau perorangan dan pendafatrannya gratis. Jurinya dari berbagai kalangan, dari ulama, pemilik bisnis, para pegiat kesenian bedug, dan produser rekaman dari label tertentu yang telah bekerjasama dengan pemerintah daerah. Kemudian nantinya sepuluh karya variasi tabuh bedug terbaik dari lomba tabuh bedug yang diselenggarakan Festival Bedug Tingkat Provinsi tersebut akan dijual dan hasil penjualannya sebagian akan disumbangkan untuk dana pembinaan usaha kecil dan menengah masyarakat di daerah tersebut.

Dengan demikian bedug akan menjadi wajah baru yang menguntungkan semua pihak. Tidak hanya menguntungkan pihak yang memiliki usaha saja. Namun bedug telah menjadi simbol Revolusi Mental baru untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Jika pemerintah daerah dapat mengakomodir kegiatan ini dengan baik, maka pemerintah daerah juga akan terkena dampak positif dari usulan saya di atas tersebut. Dari sebagian hasil penjualan yang diperoleh dari Kaset atau DVD 10 karya variasi terbaik lomba tersebut. Sepuluh karya tersebut juga bisa dijual dengan media lain seperti disematkan di dalam Kartu Memori maupun di  jual di iTunes. Sudah ada perusahaan yang menjual karya musisi dengan media Kartu Memori.

Dari hasil penjualan kolaboratif tersebut yang sebagian dananya dapat digunakan untuk memberdayakan masyarakat yang akan menciptakan produk berbasis kearifan lokal daerahnya yang bernilai ekonomi dan tujuan untuk mencapai kesejahteraan tidak lagi menjadi angan-angan dan retorika belaka. Semoga bedug tetap menjadi simbol pemersatu bangsa yang merevolusi mental seluiruh elemen masyarakat secara masif demi terwujudnya Nawacita. Ketika dananya sudah ada, maka kita semua harus kerja, kerja, dan kerja. Bukankah begitu saudara sebangsa dan setanah air sekalian?

0 komentar:

Posting Komentar