Senin, 22 Desember 2014

Peran Seorang Ibu Terhadap Pembangunan Ekonomi





                               sumber gambar : khazanah.republika.co.id


Seiring dengan perkembangan zaman, kondisi sosial kaum wanita di bumi Ibu Pertiwi mengalami perubahan transisi dari yang sebelumnya bisa dikatakan mengalami transformasi dari kehidupan tradisional menjadi sangat modern. Budaya ketimuran yang sangat kental dengan nuansa
adat daerah masing-masing berubah menjadi selama 69 tahun kemerdekaaan NKRI. Mengingat pada masa penjajahan Belanda dan Jepang peran wanita masih sangat minim dalam keluarganya karena suami yang mengatur semuanya. Zaman modern inilah saatnya para ibu berperan dalam pembangunan ekonomi bangsa.
Peran seorang ibu dalam menopang ekonomi keluarga sangat penting, bahkan ada yang menjadi tulang punggung keluarga. Karena selama ini pemerintah sendiri belum optimal memperhatikan hak-hak warganya. Khususnya para perempuan yang berdomisili di pedesaan dan perkotaan. Mereka jarang mendapatkan pembinaan serta bantuan dari pemerintah, tidak jarang posisi seorang ibu menjadi polemik di tengah masyarakat.
Ketika mereka harus bekerja untuk mempertahankan dapur supaya tetap mengepul. Bekerja serabutan akan dijalani, tidak peduli harus memeras keringat dan membanting tulang, seperti pada kelas pekerja buruh tani, pedagang sayur, penjahit dan lain-lain. Namun sayangnya jasa seorang ibu seringkali dihargai jauh lebih rendah dari pada laki-laki, dengan anggapan bahwa kerja laki-laki lebih berat. Dengan begitu, posisi kaum laki-laki dianggap sebagai raja di dalam keluarga, masyarakat, organisasi, serta di tempat mereka bekerja, dan perempuan sebagai batur (pembantu), tetap kukuh dan tidak tergoyahkan.
Pada praktiknya, jika ekonomi keluarga relatif lemah, misalnya pendapatan suami relatif kecil, maka akan terjadi dilema. Dalam hal ini, kalau suami keberatan atau melarang istri membantu mencari nafkah, maka larangan itu akan menjadi lemah sifatnya. Larangan ini bisa dimaklumi sebab suami seakan-akan tidak bisa memberi nafkah istrinya. Bila istri ingin membantu suami mencari nafkah, konsekuensinya adalah istri tersebut harus bersedia berperan ganda. Dalam hal ini istri harus bersedia memikul tugas rumah tangganya sebagai seorang istri dan memikul tugas sebagai pekerja atau karyawan.
Saya juga sempat mengamati kondisi ibu-ibu dimasyarakat pedesaan yang dimana tempat tersebut mengandalkan hujan untuk mengairi lahan pertanian sebagai mata pencaharian warganya, yaitu Desa Cibarengkok, Kecamatan Cibeber, Cianjur, Jawa Barat. Disana seorang ibu berperan dwi fungsi, selain mengurus semua keperluan rumah tangga (pekerjaan domestik), mendidik anak, melayani suami, mereka juga berperan mencari nafkah seperti membantu suami di sawah atau ladang pertaniannya. Perempuan di pedesaan merupakan bagian dari sebuah masyarakat, perempuan merupakan pasangan laki-laki dalam memakmurkan bumi dan merealisasikan sebuah pemberdayaan.
Fenomena tersebut sering terjadi juga pada ibu-ibu diperkotaan, tidak semata-mata karena kurang atau bahkan tidak tercukupinya kebutuhan dasar rumah tangga mereka, namun kecenderungan perempuan perkotaan, khususnya para istri-istri untuk mengembangkan diri dengan melakukan berbagai usaha sebagai bentuk partisipasi mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam rumah tangga. Dari keringat mereka itulah perputaran roda ekonomi masyarakat kecil berawal, bahkan dari perempuan yang kuat itu sektor wirausaha negara kiuta dapat bergantung. Artinya, ketangguhan ekonomi bangsa ini sangat bergantung pada peran mereka, baik di kota maupun dipedesaan.
Jika kita melihat negara-negara yang mayoritas penduduk muslim dengan ekonomi mapan, seperti Arab Saudi dan Kuwait tuntutan untuk dapat bekerja dan memilih pekerjaan merupakan masalah utama. Di Arab Saudi, hanya 5% perempuan bekerja dan terbatas pada pekerjaan zona domestik (seperti pekerjaan keagamaan, pendidikan dan perawatan). Di Malaysia dianggap sebagai simbol negara muslim yang berhasil memadukan tradisi dan modernitas dan potret keberhasilan peran perempuan dalam pembangunan, walaupun masih ada ketidakadilan dalam pendapatan karena laki-laki yang dituntut untuk bekerja atau mencari nafkah.
Dalam kegiatan ekonomi pasti akan berbicara tentang Produksi, Distibusi, dan Konsumsi. Ekonomi merupakan suatu kegiatan dimana titik temunya pada suatu penawaran dan permintaan setiap individu. Berbicara permintaan dan penawaran seharusnya memiliki titik temu yang seimbang. Dengan adanya keseimbangan antara penawaran dan permintaan mungkin “tidak ada masalah” sedangkan jika tidak terjadi keseimbangan maka akan menimbulkan dampak yang signifikan. Dampak tersebut yang sering dialami masyarakat adalah kemiskinan.
Dengan adanya ungkapan bahwa wanita adalah tiang negara menunjukkan bahwa kedudukan ibu dan perempuan lainnya sangatlah strategis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta tidak ada perdebatan mendasar mengenai hal tersebut. Terlepas banyaknya kasus menyangkut perempuan, kita sudah sepatutnya untuk mengkonstruksi seideal mungkin dalam sudut pandang yang komprehensif. Perempuan pekerja yang disamakan artinya dengan pekerja perempuan dapat memiliki makna sesuai dengan definisi pekerja seperti di sebutkan di atas sebagai perempuan yang bekerja. Bekerja sesungguhnya merupakan perwujudan dari eksistensi dan aktualisasi diri manusia dalam hidupnya.
Seorang ibu memiliki peranan yang penting dalam pembangunan nasional. Derajat perempuan dalam meningkatkan perannya dalam pembangunan nasional adalah dengan pemberdayaan. Pada pendekatan pemberdayaan ini, diasumsikan jika ingin memperbaiki derajat perempuan, maka dibutuhkan upaya untuk meningkatkan kekuasaannya dan untuk merubah nasibnya sendiri. Artinya, pendekatan ini tidak hanya menghendaki pelibatan kaum perempuan itu saja sebagai objek, tetapi juga sebagai pelaku aktif, sebagai orang yang merumuskan sendiri apa yang menjadi kebutuhan mereka.
Beberapa ahli studi perempuan juga  menyatakan bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan posisi tawar perempuan adalah melalui pengorganisasian, yang dianggap sebagai langkah yang paling kongkrit untuk dapat memberdayakan perempuan itu secara baik. Banyak organisasi perempuan yang bermunculan di neraga kita, mulai dari tingkatan ibu-ibu RT, PKK, sampai tingkatan koperasi wanita.
Jika pemerintah punya program 30 menit membersihkan lingkungan agar masyarakat terhindar dari penyakit dan bencana banjir, pemerintah setempat seharusnya juga bisa menerapkan program ibu berdaya dengan 2 jam setiap seminggu sekali mengadakan kegiatan PKK yang produktif sebagai sarana aktualisasi diri namun menghasilkan dengan cara membuat unit usaha bersama. Seperti contohnya di Desa Cibarengkok, Cianjur, disana ibu-ibu sudah mempunyai program usaha bersama untuk memproduksi kripik pisang dengan bahan alami sebagai komposisinya.
Dengan demikian sudah sepantasnya ibu-ibu dimanapun mereka berada tetap berdaya dalam keluarga dan masyarakatnya. Sehingga memang diperlukan peran pemerintah juga dalam mendorong pemberdayaan perempuan yang tidak hanya sekedar bantuan materil saja, terlebih lagi ada anggaran yang mubazir dengan membayar biaya iklan layanan masyarakat di televisi. Namun juga bisa berbentuk hal yang berdampak signifikan seperti menemapatkan kader PKK untuk masyarakat baik itu pedesaan maupun perkotaan yang senantiasa mendampingi dan mengevaluasi kegiatan ibu-ibu agar tetap produktif. Baik itu seorang ibu rumah tangga yang kerja secara domestik maupun yang juga merangkap menjadi wanita karir, baik dihari hari biasa maupun di akhir pekan tetap bisa produktif.
Seorang ibu ada untuk keluarganya setiap hari, maka sudah sepantasnya juga kita membantu ibu-ibu kita dengan tidak hanya mengingat ibu-ibu kita pada satu hari tertentu saja, yang dinamakan hari ibu untuk mengaktualisasikan dirinya atau memberi hadiah untuknya, dan juga bukan sekedar membantu memenuhi kebutuhan keluarga semata. Melainkan juga dengan memuliakan ibu-ibu kita dengan membentuk pola pikir maju dan pola tindak positif dalam mempersiapkan perempuan untuk berpartisipasi secara kompetitif dalam ekonomi. Jangan sampai terulang lagi kejadian seorang ibu rumah tangga yang menjual minuman keras seperti di Merauke pada bulan Juni 2014 silam hanya karena terhimpit kebutuhan sehari-hari yang tidak terpenuhi.

0 komentar:

Posting Komentar